Sabtu, 14 Oktober 2017

Makalah Penerapan E-Learning Di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi  informasi sangat dirasakan begitu cepat. Berbagai kejadian yang ada di pelosok dunia dapat kita akses dalam waktu yang sangat singkat. Perkembangan teknologi informasi tersebut akan berdampak pada  dunia pendidikan.Dunia pendidikan harus dapat mengejar perkembangan tersebut, agar tidak ketinggalan. Berbagai cara telah ditempuh, baik dari pengambil kebijakan, sekolah maupun guru.
Saat ini teknologi informasi  melalui internet lebih banyak digunakan. Semua informasi ada dan tersedia di internet serta dapat diakses oleh siapa saja dengan mudah, fleksibel, cepat dan akurat. Pemanfaatan  teknologi internet dalam pembelajaran perlu diciptakan sebagai salah satu inovasi dalam pengunaan media pembelajaran dan sumber belajar. Berbagai bentuk aplikasi dan fasilitas yang tersedia di internet bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan kualitas dan mutu pembelajaran. Selain itu juga dapat mempermudah kegiatan pembelajaran jika ditinjau dari aspek penggunaan media. Sejalan dengan itu muncul pembelajaran berbasis computer (computer based instruction ) dan pembelajaran melalui media elektronik, yang  kita kenal dengan istilah E-Learning
E-learning atau electronic learning merupakan aplikasi teknologi informasi yang berbasis elektronik melalui jaringan internet (interkoneksi international), yang dirancang untuk kepentingan pembelajaran. Sudah banyak sekolah di berbagai negara yang mencoba dan mengadopsi untuk kepentingan pembelajaran di lingkungannya. Namun di Indonesia  masih banyak pihak merasa bahwa teknologi ini masih jauh untuk diterapkan secara optimal dengan segala keterbatasannya.



B.     RUMUSAN MASALAH
1.  Apakah pengertian E-learning?
2.      Apakah yang menjadi kendala dan kemungkinan yang muncul pada penerapan e-learning           di  Indonesia? Bagaimanakah mengatasi dan mengoptimalkan pelaksanaan e-learning di Indonesia ?
3. Bagaimanakah mengaoptimalkan aspek interaksi, sehingga aspek interaktivitas pada pembelajaran tatap muka (face-to-face) dapat tercapai ?
4. Mengapa pendidikan perlu mempertimbangkan elearning ? Bagaimana dengan ilmuan teknologi pendidikan menyikapi hal ini ?
5. Pemanfatan e-learning ditenggarai akan menyebabkan perilaku penyendiri, tidak mau bersoasialisasi dengan orang lain di lingkungannya. Bagaimana upaya teknolog pembelajaran dalam mengatasi kemungkinan tersebut ?













BAB II
PEMBAHASAN
A.          Penertian E-Learning.
            E-Learning adalah pendekatan pembelajaran melalui perangkat komputer yang tersambung ke internet, dimana peserta didik berupaya memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.

               E-Learning merupakan aplikasi internet yang dapat menghubungkan antara pendidik dan peserta didik dalam sebuah ruang belajar online(Prakoso, 2005).E.-Learning ternyata untuk mengatasi keterbatasan antara pendidik dan peserta didik, terutama dalam waktu dan ruang. Jadi tidak harus berada dalam satu dimensi waktu dan ruang, artinya bisa kapan saja.

Beberapa pandangan yang mengarah pada definsi E-Learning dapat dikemukakan sebagai berikut:
  • E. Learning adalah konvergensi antara belajar dan internet(bank of America securities).
  • E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja, terutama dapat terjadi dalam teknologi internet, tetapi juga dapat terjadi dalam jalinan kerja satelit dan pemuasan digital untuk keperluan pembelajaran(Ellif Tronsen).
  • E-Learning adalah mengunakan jalinan kerja teknologi untuk mendisain, mengirim, memilih, mengorganisasikan pembelajaran(Elliot Masie).
  • E-Learning adalah pembelajaran yang dapat terjadi di internet(Cisco System).
  • E-Learning adalah dinamik, beroperasi pada waktu yang nyata , kolaborasi, individu, komprehensif(GregPriest).
  • E-Learning adalah pengiriman sesuatu melalui media elektronik termasuk internet, extranet, satelit broadcast, audio/vidio tape, televis interaktf, dan cd-rom(Cornelia Weagen).
  • E-Learning adalah keseluruhan variasi internet dan teknologi web untuk membuat, mengirim, dan memfasilitasipembelajaran (RobertPeterson and Piper Jafray).
  • E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja untuk pembelajaran dimanapun dan kapanpun(Arista Knowledge System).
B.       Kendala Penerapan E-Learning di Indonesia.
                  Format pembelajaran berbasis teknologi informasi  sudah tidak dapat dielakan lagi. Sekolah maupun perguruan tinggi harus menjadikan agenda reformasi pendidikan dan pembelajaran. Namun di negara kita Indonesia, akan mengalami kendala dalam pelaksanaanya, karena hal tersebut berkaitan dengan ekuitas dan akses.(Danim, 2003,hal 43). Berkenaan dengan hal tersebut, maka kendala yang kita rasakan saat ini adalah :
1.      Tidak semua sekolah atau perguruan tinggi di Indonesia mempunyai biaya yang cukup untuk pengadaan instrument yang dibutuhkan, pengoperasian, pengembangan,  serta pemeliharaannya. Hal ini diperparah dengan adanya otonomi daerah, dimana anggaran pendidikan tergantung pada pendapatan daerah, sehingga fasilitas pendidikan di Indonesia tidak merata. Semakin ke daerah, fasilitas semakin terbatas.
2.   Tidak semua pebelajar memiliki daya bayar. Kemiskinan pebelajar merupakan kendala utama. Masih banyak penduduk Indonesia berada pada garis kemiskinan. Untuk pembelajaran elearning, memerlukan computer dan akses internet. Ini akan menjadi mahal bagi penduduk yang belum memiliki kesejahteraan dalam hidupunya.
3.      Belum semua daerah mampu menyediakan pangkalan untuk mengakses internet. Hal ini berkaitan dengan kondisi geografis Indonesia, yang terdiri dari beribu-ribu pulau serta banyaknya pengunungan. Kondisi ini menjadikan daerah di Indonesia terbagi menjadi daerah maju, daerah tertinggal serta daerah terpencil. Daerah tertinggal dan daerah terpencil, rata-rata tidak dapat mengakses internet.
4.      Infrastruktur listrik yang belum memadai. Masih adanya daerah belum dialiri listrik. Hal ini menjadi kendala dalam pembelajaran elearning. Kalaupun ada, saat ini ada istilah “ pemadaman bergilir”. Suatu hari, ada bantuan pemerintah pusat untuk  daerah terpencil. Bantuan itu berupa satu set personal computer. Sepertinya pemerintah pusat tidak memperhatikan infrastrukturyang menunjang pengoperasian computer di daerah tersebut. Memang didaerah tersebut belum ada aliran listrik. Komputer yang dikirimkan akhirnya menjadi barang pajangan bagi sekolah. (pengalaman pribadi)
5.   Kultur tatap muka dalam proses pembelajaran masih dominan. Ini dipicu oleh kebiasaan dalam menerima informasi dalam bentuk lisan. Masyarakat kita belum terbiasa dengan bahasa tulis. Merasa kurang pas, jika belum ketemu dengan gurunya sebagai nara sumber. Gejala ini dapat kita lihat pada kegiatan ceramah pengajian. Masyarakat mau berbondong-bondong mendengarkan pengajian, dalam hal ini konteksnya adalah belajar. Pada hal materi pengajian sangat mudah diakses di internet.
6.  Belum terbentuknya budaya belajar mandiri di kalangan pebelajar. Siswa bahkan mahasiswa masih kergantungan dengan guru atau dosen dalam pembelajaran. Ini terbukti, jika dosen tidak datang, mereka lebih memilih ngobrol, pulang atau nongrong, bukan berdiskusi atau belajar sendiri. Jadi siswa atau mahasiswa kita masih jauh dari sosok menjadi manusia pembelajar (on becoming a leaner )(Danin, 2003, hal 24).
7.  E-learning belum menjadi kebutuhan bagi siswa dan mahasiswa sebagai sumber belajar. Sistem pendidikan kita belum menciptakan atau mengkondisikan siswa ataumahasiswa untuk selalu mengakses materi atau informasi lewat internet. Diktat dan buku wajib masih mendominasi sumber belajar, terutama di daerah-daerah. Internet digunakan masih pada taraf pemenuhan kebutuhan akan hiburan dan tukar informasi. Ini dapat kita lihat dari beberapa pemanfaatan jejaringan social.
8. E-Learning belum menjadi kebutuhan guru dalam memperkaya sumber belajar siswanya. Masih ada guru merasa sangat penting dan harus menyampaikan sendiri materi pelajaran pada siswanya. Gejala ini pada umumnya terjadi pada guru yang sudah lama (senior) dalam mengajar.
9. Sangat sedikit tenaga ahli jaringan dan disain computer yang berminat pada pendidikan. Dalam diskusi penulis dengan beberapa alumni teknik informastika ITB, mengatakan bahwa pada saat ini tenaga ahli informatika lebih banyak berkiprah di dunia bisnis dari pada pendidikan. Ini akibat dari pola pendekatan yang digunakan sangat berbeda antara dunia bisnis dengan pendidikan. Dunia bisnis lebih menghargai prestasi dan profesi seseorang. Mereka lebih diberi kebebasan berkreatifitas untuk mengembangkan keahlinya. Lain halnya dengan kebijakan pendidikan di negara kita. Kebijakan pendidikan kita sangat lambat dalam mengantisipasi perkembangan teknologi. Pengambilan keputusan yang bersifat top-down, serta prosedur yang berbelit-belit, sehingga untuk melakukan inovasi harus melewati mata rantai yang cukup panjang.
10. Belum terciptanya pendidikan berbasis masyarakat di negara kita. Pendidikan di negara kita masih berbasis sekolah (formal). Sekolah masih memangang peran tunggal dalam mengemban pendidikan. Sumber belajar masih terpusat di sekolah. E-learning yang didesain masih melayani kebutuhan siswa di sekolah, belum melayani kebutuhan masyarakat pada umumnya, Hal ini dikarenakan masyarakat kita belum banyak yang mempunyai komitmen untuk belajar sepanjang hayat (life long education). Paradigma masyarakat kita terhadap konsep belajar masih berada pada  :
a.       Guru adalah orang tempat menuntut ilmu. Belajar tanpa guru, belum dianggap belajar.
b.      Sekolah, madrasah, pesantren adalah tempat belajar yang dianggap sah dan sakral
c.    Ijazah adalah akhir dari kegiatan belajar. Belajar adalah untuk mencari ilmu yang ditandai dengan penerimaan ijazah. Kalau sudah mendapatkan ijazah, kegiatan belajar berhenti.
Penerapan e-learning sering menimbulkan perdebatan dikalangan masyarakat pembelajar.Ada beberapa kemungkinan yang muncul, jika e-learning di pakai sebagai sumber belajar, diantaranya adalah :
a.  Proses pembelajaran lebih menekankan pada kapasitas teknologinya dari pada aspek paedagogisnya.
b.    Lebih memikirkan prestasi yang dicapai melalui hard ware dan soft ware, ketimbang prestasi belajar peserta didik.
c.   Lebih mementingkan kualitas teknologi yang dipakai dari pada kualitas dan proses belajar siswa ( Danin, 2003: hal 44).
d.  Konsentrasi guru lebih banyak pada konten materi dari pada proses belajar yang dialami siswa.
e.   Rancangan e-learning lebih mengutamakan disain tampilan dari pada konten materi yang harus dikuasi siswa.
Kendala seperti dipaparkan diatas harus kita carikan solusinya, agar pendidikan di Indonesia tidak jauh ketinggalan dari negara lainnya. Solusi yang saya tawarkan di sini mengacu pada komponen pembelajaran e-learning itu sendiri,yaitu :
1.   Pebelajar. Pebelajar ( siswa atau mahasiswa) harus memiliki self effiicacy yaitu kekuatan dari dalam diri untuk belajar secara mandiri. Memiliki kebebasan dalam memilih sumber balajar serta cara belajarnya. Ini akan dapat dicapai apabila siswa memilki kebiasaan belajar dengan baik. Mulai dari pendidikan dasar, kebiasaan siswa dalam mengakses informasi sudah perlu dilatihkan, meliputi caranya, penggunaannya, analisisnya serta tujuaannya.
2.  Guru, harus memiliki komitmen bahwa siswa belajar tidak harus bersama dia (guru), melainkan dapat dilaksanakan dimana-mana dan dari berbagai sumber belajar. Guru berfungsi sebagai konseptor, fasilitator, motivator dan konselor.
3.    Pemerintah juga harus punya komitemen dalam memajukan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pemerintah mempersiapkan sumber belajar yang dapat diakses masyrakat dari mana saja. Hal ini tentu tidak mudah, tetapi ini merupakan sebuah konsekwensi di zaman teknologi informasi yang sedang kita hadapi, dimana kita harus dapat mengejar setiap perkembangannya.
4.   Masyarakat (kalangan pebisnis) dapat menjadi mitra pendidikan agar percepatan dalam dunia bisnis juga dapat diseimbangkan dalam dunia pendidikan. Dukungan masyarakat untuk menopang ketertinggalan pendidikan di Indonesia sangat dibutuhkan.
5. Sekolah sebagai tempat penyelenggara pendidikan dapat mengoptimalkan pemakaian e-learning. Disain dan informasinya selalu di up date agar tidak ketinggalan.
6.  Keluarga. Orang tua sebaiknya dapat menciptakan budaya belajar di rumah untuk semua anggota keluarga. Dalam keluarga ada waktu dan ruangan tempat anak untuk mengakses sumber belajar.
7.   Pembelajaran e-learning akanlebih efektif dirancang untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi, seperti untuk pebelajar usia SMA dan perguruan tinggi (diatas usia 17 tahun), karena pembelajaran e-learning menuntut pesertanya dapat belajar secara mandiri dan dapat memahami ide atau konsep secara abstrak.

C.  Interaksi dalam Pembelajarn E-learning.
Interaksi merupakan bagian yang terpenting dalam pembelajaran. Pada proses pembelajaran berlangsung, terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar yang lebih rumit dan kompleks, karena proses interaksi harus dikaitkan dengan tujuan, materi, metoda, strategi dan evaluasi pembelajaran. Implentasi pemanfaatan e-learning dapat dibedakan menjadi dua yakni :
a.  E-learning digunakan sepenuhnya untuk pembelajaran. E-learning dimanfaatkan untuk mengantikan pembelajaran konvensianal (tatap muka). Pebelajar belajar dengan cara mandiri. Pebelajar dapat menentukan tujuan, metoda dan memilih materi yang ia inginkan. Interaksi pembelajaran terjadi antara pebelajar dengan sumber belajar yang dipilihnya. E-learning dibuat sesuai dengan kebutuhan dan karakter pebelajar. Guru atau instruktur berperan sebagai konsultan, fasilitator atau motivator.
b.   E-learning dikembangkan dan didesain agar tidak sepenuhnya mengantikan pembelajaran konvensional di kelas. Pembelajaran E-learning dijadikan sebagai pelengkap pembelajaran konvensional, sejauh kita masih menginginkan terjadinya interaksi face-to-face. E-learning dijadikan sebagai suplemen dari pembelajaran konvensional ( tatap muka ), seperti untuk pengembangan materi pengayaan, pemberian tugas-tugas atau pengembangan wawasan siswa. E-learning merupakan salah satu upaya  agar tujuan pembelajaran lebih efektif dan efesien. Dalam hal ini, guru sebagai pengendali kegiatan pembelajaran, harus dapat mendisain dan mengorganisasikan e-learning untuk keperluan pembelajaran. Interaksi dalam pembelajaran terjadi antara pebelajar dengan guru, e-learning adalah sebagai alat atau media pembelajaran.
D.          Pendidikan Perlu Mempertimbangan E-learning
Walaupun banyak kendala yang ditemukan di lapangan, e- learning perlu dipertimbangkan keberadaan dan kesinambunganya. Hal ini harus mendapat perhatian yang serius dari ilmuan teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan mempunyai potensi yang cukup besar dalam memajukan pendidikan masa depan. Potensi itu adalah :
a.       Meningkatkan produktivitas pendidikan, dengan jalan :
·         Mempercepat lajunya tahap belajar (rate of learning)
·         Membantu guru mengunakan waktunya secara lebih baik.
·    Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru lebih banyak pada pembinaan dan memotivasi siswa.
b.      Memberikan kemungkinan pendidikan lebih bersifat individual, dengan cara :
·         Mengurangi peran guru dalam pembelajaran.
·         Memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembanga sesuai dengan kemapuannya.
c.       Memberikan dasar yang ilmiah terhadap pengajaran, dengan cara :
·         Perencanaan program pengajaran lebih sistematis.
·         Pengembangan pembelajaran dilandasi penelitian tentang perilaku anak.
d.      Lebih memantapkan pembelajaran, dengan cara :
·         Meningkatkan kapabilitas manusia dengan berbagai media informasi.
·         Penyajian informasi dan data lebih konkrit dan up date.
e.       Memungkin pembelajaran secara seketika (imedicy of learning), karena dapat :
·         Mengurangi jurang pemisah pembelajarn di sekolah dengan luar sekolah.
·         Memberikan pengetahuan secara langsung.
f.       Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas, menembus ruang dan waktu :
·         Pemanfaatan secara bersama secara lebih luas.
·         Penyajian informasi dapat menembus batas geografi ( Miarso,1982:hal 20)
Potensi diatas, memungkinkan terlaksananya pembelajaran e-learning, karena pembelajaran e-learning memiliki keunggulan, antara lain :
1.   Bagi siswa. Pembelajaran  e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibelitas belajar siswa yang optimal. Siswa dapat mengakses berbagai bentuk materi pelajaran setiap saat dan berulang-ulang. Siswa belajar sesuai dengan gaya dan kemapuan belajarnya. Percepatan belajar siswa dapat dikuti sesuai dengan kemapuannya, tidak harus menunggu temannya sekelas.
2.    Bagi guru. Bahan atau materi dapat di up date setiap saat, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Guru tidak lagi sepenuhnya menjadi nara sumber dalam belajar, sehingga tugas guru lebih diringankan. Guru lebih banyak konsentrasi pada perkembangan kemajuan belajar siswa.
3.  Bagi sekolah. Efektivitas dan efeseinsi pembelajaran secara keseluruhan akan meningkat. Pembelajaran berlangsung sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Mendorong terbentuknya kerjasama antar guru dan antar guru dan siswa. (Wena,2011, hal 214)
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa teknologi pendidikan sangat besar perannya dalam menciptakan pembelajaran e-learning.Teknologi pendidikan harus dapat mencarikan solusi-solusi dalam pelaksanaan pembelajaran e-learning. Sesuai dengan definisi teknologi pendidikan yang mutakhir yakni tahun 2004, teknologi pendidikan adalah studi dan praktek yang etis dalam memberi kemudahan belajar dan perbaikan kinerja melalui kreasi, penggunaan dan pengelolaan proses dan sumber teknologi yang tepat. Dalam konsep teknologi pembelajaran juga ditegaskan bahwa siswa atau pebelajar adalah subyek yang aktif dalam belajar. Dengan demikian teknologi pendidikan harus dapat mempengaruhi siswa untuk belajar (Uno, 2011, hal : 70)

E. Kelemahan Pemanfaatan E-Learning dan Upaya Teknolog Pendidikan dalam Mengatasinya.
                     Menurut Wildafsky (2001), kelemahan utama pembelajaran e-learning adalah frekuensi kontak secara langsung antar sesama siswa untuk bersosialisasi dengan nara sumber sangat minim, serta sosialisasi antar siswa juga sangat terbatas.(Wena, 2011, hal 214). Kelemahan diatas tidak dapat kita jadikan alasan agar pembelajaran e-learning dihentikan.Teknolog pendidikan harus dapat mencarikan solusinya, sesuai dengan perannya yakni mengatasi masalah dalam belajar. Sebenarnya dalam teknologi informasi ada beberapa aplikasi yang dapat dimanfaat untuk mengatasi kelemahan di atas , yakni :
a.   Chat, merupakan media komunikasi langsung antar siswa dalam bentuk teks. Salah satu program yang dipakai untuk chat adalah IRC (internet Relay Chat), mailink list, dan whatsApp.
b.    Aplication sharing, yakni menggunakan aplikasi khusus, sehingga memungkin sekelompok siswa bisa berkolaborasi secara langsung pada suatu dokumen kerja dengan melakukan editing secara jarak jauh, melalui fasiliatas homepage atau web.
c.   Audio/video conference, menggunakan aplikasi perangkat lunak, sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi antar siswa. Skypy merupakan salah satu contoh yang sudah banyak dipakai orang.
Selain itu, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran e-learning adalah kerja kelompok, dan diskusi, sehingga siswa terkondisikan untuk saling berinteraksi.Tugas-tugas berorientasi pada terbagunnya interaksi sesama siswa maupun interaksi siswa dengan lingkungannya.


BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
Dari hasil diskusi diatas dapat disimpulkaa bahwa pembelajaran e-learning tidak dapat kita hindari.Tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi sangat mendorong pembelajaran e-learning tetap eksis di dunia pendidikan. Segala kendala yang ditemui dilapangan akan menjadi bahan kajian bagi para ilmuan teknologi pendidkan. Semoga kehadiran pembelajaran e-learning lebih dapat dirasakan masyarakat dan pemerintah senantiasa mempunyai komitmen dalam memajukan pendidikan di negara yang kita cintai ini.
















                                                                                      DAFTAR PUSTAKA
 Daryanto, (2013) Inovasi Pembelajaran Efektif, Bandung, Yrama Widya. 
Danim Sudarwan (2003) Menjadi Komunitas Pembelajar, Jakarta, Bumi Aksara.
Dryden, Gordon (2000) Revolusi Cara Belajar, Bandung, Mizan.
Efendi, Empy (2005) E-Learning Konsep dan Aplikasinya,Yogjakarta, Andi.
Miarso, Yusuf Hadi, (1982), Makalah Dasar Falsafah dan Teori Teknologi Komunikasi Pendidikan, Jakarta, Pustekom Depdikbud.
Rusman, (2012) Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer, Bandung, Alfabeta.
Schrum, Lynne (2012) Teknologi Pendidikan bagi Para Pemimpin Sekolah, Jakarta, Indeks
Uno, Hamzah B, (2011) Teknologi Komunikasi & Informasi Pembelajaran, Jakarta, Bumi Aksara.
              Wena, Made, (2011) Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta, Bumi Aksar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar