BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi
informasi sangat dirasakan begitu cepat. Berbagai kejadian yang ada di
pelosok dunia dapat kita akses dalam waktu yang sangat singkat. Perkembangan
teknologi informasi tersebut akan berdampak pada dunia pendidikan.Dunia pendidikan harus dapat
mengejar perkembangan tersebut, agar tidak ketinggalan. Berbagai cara telah
ditempuh, baik dari pengambil kebijakan, sekolah maupun guru.
Saat ini teknologi informasi
melalui internet lebih banyak digunakan. Semua informasi ada dan
tersedia di internet serta dapat diakses oleh siapa saja dengan mudah,
fleksibel, cepat dan akurat. Pemanfaatan teknologi internet dalam pembelajaran perlu
diciptakan sebagai salah satu inovasi dalam pengunaan media pembelajaran dan
sumber belajar. Berbagai bentuk aplikasi dan fasilitas yang tersedia di
internet bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan kualitas dan mutu
pembelajaran. Selain itu juga dapat mempermudah kegiatan pembelajaran jika
ditinjau dari aspek penggunaan media. Sejalan dengan itu muncul
pembelajaran berbasis computer (computer based instruction ) dan pembelajaran
melalui media elektronik, yang kita
kenal dengan istilah E-Learning
E-learning atau electronic learning merupakan aplikasi
teknologi informasi yang berbasis elektronik melalui jaringan internet
(interkoneksi international), yang dirancang untuk kepentingan pembelajaran. Sudah banyak sekolah di berbagai
negara yang mencoba dan mengadopsi untuk kepentingan pembelajaran di
lingkungannya. Namun di Indonesia masih
banyak pihak merasa bahwa teknologi ini masih jauh untuk diterapkan secara
optimal dengan segala keterbatasannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian E-learning?
2. Apakah yang menjadi kendala dan
kemungkinan yang muncul pada penerapan e-learning di Indonesia? Bagaimanakah mengatasi dan
mengoptimalkan pelaksanaan e-learning di Indonesia ?
3. Bagaimanakah mengaoptimalkan
aspek interaksi, sehingga aspek interaktivitas pada pembelajaran tatap muka
(face-to-face) dapat tercapai ?
4. Mengapa pendidikan perlu
mempertimbangkan elearning ? Bagaimana dengan ilmuan teknologi pendidikan
menyikapi hal ini ?
5. Pemanfatan e-learning ditenggarai
akan menyebabkan perilaku penyendiri, tidak mau bersoasialisasi dengan orang
lain di lingkungannya. Bagaimana upaya teknolog pembelajaran dalam mengatasi
kemungkinan tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penertian E-Learning.
E-Learning adalah pendekatan
pembelajaran melalui perangkat komputer yang tersambung ke internet, dimana
peserta didik berupaya memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan
kebutuhannya.
E-Learning merupakan
aplikasi internet yang dapat menghubungkan antara pendidik dan peserta didik
dalam sebuah ruang belajar online(Prakoso, 2005).E.-Learning ternyata untuk
mengatasi keterbatasan antara pendidik dan peserta didik, terutama dalam waktu
dan ruang. Jadi tidak harus berada dalam satu dimensi waktu dan ruang, artinya
bisa kapan saja.
Beberapa pandangan yang mengarah pada definsi E-Learning dapat dikemukakan
sebagai berikut:
- E. Learning adalah konvergensi
antara belajar dan internet(bank of America securities).
- E-Learning menggunakan kekuatan
dan jalinan kerja, terutama dapat terjadi dalam teknologi internet, tetapi
juga dapat terjadi dalam jalinan kerja satelit dan pemuasan digital untuk
keperluan pembelajaran(Ellif Tronsen).
- E-Learning adalah mengunakan
jalinan kerja teknologi untuk mendisain, mengirim, memilih,
mengorganisasikan pembelajaran(Elliot Masie).
- E-Learning adalah pembelajaran
yang dapat terjadi di internet(Cisco System).
- E-Learning adalah dinamik,
beroperasi pada waktu yang nyata , kolaborasi, individu,
komprehensif(GregPriest).
- E-Learning adalah pengiriman
sesuatu melalui media elektronik termasuk internet, extranet, satelit
broadcast, audio/vidio tape, televis interaktf, dan cd-rom(Cornelia
Weagen).
- E-Learning adalah keseluruhan
variasi internet dan teknologi web untuk membuat, mengirim, dan
memfasilitasipembelajaran (RobertPeterson and Piper Jafray).
- E-Learning menggunakan kekuatan
dan jalinan kerja untuk pembelajaran dimanapun dan kapanpun(Arista
Knowledge System).
B. Kendala Penerapan E-Learning di Indonesia.
Format
pembelajaran berbasis teknologi informasi
sudah tidak dapat dielakan lagi. Sekolah maupun perguruan tinggi harus
menjadikan agenda reformasi pendidikan dan pembelajaran. Namun di negara kita
Indonesia, akan mengalami kendala dalam pelaksanaanya, karena hal tersebut
berkaitan dengan ekuitas dan akses.(Danim, 2003,hal 43). Berkenaan dengan hal
tersebut, maka kendala yang kita rasakan saat ini adalah :
1. Tidak semua sekolah atau perguruan tinggi di Indonesia
mempunyai biaya
yang cukup untuk pengadaan instrument yang dibutuhkan, pengoperasian,
pengembangan, serta pemeliharaannya. Hal
ini diperparah dengan adanya otonomi daerah, dimana anggaran pendidikan
tergantung pada pendapatan daerah, sehingga fasilitas pendidikan di Indonesia
tidak merata. Semakin ke daerah, fasilitas semakin terbatas.
2. Tidak semua pebelajar memiliki daya bayar. Kemiskinan pebelajar merupakan
kendala utama. Masih banyak penduduk Indonesia berada pada garis kemiskinan.
Untuk pembelajaran elearning, memerlukan computer dan akses internet. Ini akan
menjadi mahal bagi penduduk yang belum memiliki kesejahteraan dalam hidupunya.
3. Belum semua daerah mampu menyediakan pangkalan untuk
mengakses internet. Hal ini berkaitan dengan kondisi geografis Indonesia, yang
terdiri dari beribu-ribu pulau serta banyaknya pengunungan. Kondisi ini
menjadikan daerah di Indonesia terbagi menjadi daerah maju, daerah tertinggal
serta daerah terpencil. Daerah tertinggal dan daerah terpencil, rata-rata tidak
dapat mengakses internet.
4. Infrastruktur listrik yang belum memadai. Masih adanya daerah belum dialiri
listrik. Hal ini menjadi kendala dalam pembelajaran elearning. Kalaupun ada,
saat ini ada istilah “ pemadaman bergilir”. Suatu hari, ada bantuan pemerintah
pusat untuk daerah terpencil. Bantuan
itu berupa satu set personal computer. Sepertinya pemerintah pusat tidak
memperhatikan infrastrukturyang menunjang pengoperasian computer di daerah
tersebut. Memang didaerah tersebut belum ada aliran listrik. Komputer yang
dikirimkan akhirnya menjadi barang pajangan bagi sekolah. (pengalaman pribadi)
5. Kultur tatap muka dalam proses pembelajaran masih dominan. Ini dipicu oleh kebiasaan dalam
menerima informasi dalam bentuk lisan. Masyarakat kita belum terbiasa dengan
bahasa tulis. Merasa kurang pas, jika belum ketemu dengan gurunya sebagai nara
sumber. Gejala ini dapat kita lihat pada kegiatan ceramah pengajian. Masyarakat
mau berbondong-bondong mendengarkan pengajian, dalam hal ini konteksnya adalah
belajar. Pada hal materi pengajian sangat mudah diakses di internet.
6. Belum
terbentuknya budaya belajar mandiri di kalangan pebelajar. Siswa bahkan mahasiswa masih
kergantungan dengan guru atau dosen dalam pembelajaran. Ini terbukti, jika
dosen tidak datang, mereka lebih memilih ngobrol, pulang atau nongrong, bukan
berdiskusi atau belajar sendiri. Jadi siswa atau mahasiswa kita masih jauh dari
sosok menjadi manusia pembelajar (on becoming a leaner )(Danin, 2003, hal 24).
7. E-learning
belum menjadi kebutuhan bagi siswa dan mahasiswa sebagai sumber belajar. Sistem pendidikan kita belum
menciptakan atau mengkondisikan siswa ataumahasiswa untuk selalu mengakses
materi atau informasi lewat internet. Diktat dan buku wajib masih mendominasi
sumber belajar, terutama di daerah-daerah. Internet digunakan masih pada taraf
pemenuhan kebutuhan akan hiburan dan tukar informasi. Ini dapat kita lihat dari
beberapa pemanfaatan jejaringan social.
8. E-Learning
belum menjadi kebutuhan guru dalam memperkaya sumber belajar siswanya. Masih ada guru merasa sangat
penting dan harus menyampaikan sendiri materi pelajaran pada siswanya. Gejala
ini pada umumnya terjadi pada guru yang sudah lama (senior) dalam mengajar.
9. Sangat
sedikit tenaga ahli jaringan dan disain computer yang berminat pada pendidikan. Dalam diskusi penulis dengan
beberapa alumni teknik informastika ITB, mengatakan bahwa pada saat ini tenaga
ahli informatika lebih banyak berkiprah di dunia bisnis dari pada pendidikan.
Ini akibat dari pola pendekatan yang digunakan sangat berbeda antara dunia
bisnis dengan pendidikan. Dunia bisnis lebih menghargai prestasi dan profesi
seseorang. Mereka lebih diberi kebebasan berkreatifitas untuk mengembangkan
keahlinya. Lain halnya dengan kebijakan pendidikan di negara kita. Kebijakan
pendidikan kita sangat lambat dalam mengantisipasi perkembangan teknologi.
Pengambilan keputusan yang bersifat top-down, serta prosedur yang
berbelit-belit, sehingga untuk melakukan inovasi harus melewati mata rantai
yang cukup panjang.
10. Belum
terciptanya pendidikan berbasis masyarakat di negara kita. Pendidikan di negara kita masih
berbasis sekolah (formal). Sekolah masih memangang peran tunggal dalam
mengemban pendidikan. Sumber belajar masih terpusat di sekolah. E-learning yang
didesain masih melayani kebutuhan siswa di sekolah, belum melayani kebutuhan
masyarakat pada umumnya, Hal ini dikarenakan masyarakat kita belum banyak yang
mempunyai komitmen untuk belajar sepanjang hayat (life long education).
Paradigma masyarakat kita terhadap konsep belajar masih berada pada :
a.
Guru
adalah orang tempat menuntut ilmu. Belajar tanpa guru, belum dianggap belajar.
b. Sekolah, madrasah, pesantren adalah
tempat belajar yang dianggap sah dan sakral
c. Ijazah adalah akhir dari kegiatan
belajar. Belajar adalah untuk mencari ilmu yang ditandai dengan penerimaan
ijazah. Kalau sudah mendapatkan ijazah, kegiatan belajar berhenti.
Penerapan e-learning sering menimbulkan perdebatan
dikalangan masyarakat pembelajar.Ada
beberapa kemungkinan yang muncul, jika e-learning di pakai sebagai sumber
belajar, diantaranya adalah :
a. Proses pembelajaran lebih menekankan
pada kapasitas teknologinya dari pada aspek paedagogisnya.
b. Lebih memikirkan prestasi yang
dicapai melalui hard ware dan soft ware, ketimbang prestasi belajar peserta
didik.
c. Lebih mementingkan kualitas
teknologi yang dipakai dari pada kualitas dan proses belajar siswa ( Danin,
2003: hal 44).
d. Konsentrasi guru lebih banyak pada
konten materi dari pada proses belajar yang dialami siswa.
e. Rancangan e-learning lebih
mengutamakan disain tampilan dari pada konten materi yang harus dikuasi siswa.
Kendala seperti dipaparkan diatas harus kita carikan
solusinya, agar pendidikan di Indonesia tidak jauh ketinggalan dari negara
lainnya. Solusi yang saya tawarkan di sini
mengacu pada komponen pembelajaran e-learning itu sendiri,yaitu :
1. Pebelajar. Pebelajar ( siswa atau mahasiswa) harus memiliki self
effiicacy yaitu kekuatan dari dalam diri untuk belajar secara mandiri. Memiliki
kebebasan dalam memilih sumber balajar serta cara belajarnya. Ini akan dapat
dicapai apabila siswa memilki kebiasaan belajar dengan baik. Mulai dari
pendidikan dasar, kebiasaan siswa dalam mengakses informasi sudah perlu
dilatihkan, meliputi caranya, penggunaannya, analisisnya serta tujuaannya.
2. Guru, harus memiliki komitmen bahwa
siswa belajar tidak harus bersama dia (guru), melainkan dapat dilaksanakan
dimana-mana dan dari berbagai sumber belajar. Guru berfungsi sebagai konseptor,
fasilitator, motivator dan konselor.
3. Pemerintah juga harus punya komitemen dalam memajukan pendidikan yang
sesuai dengan perkembangan zaman. Pemerintah mempersiapkan sumber belajar yang
dapat diakses masyrakat dari mana saja. Hal ini tentu tidak mudah, tetapi ini
merupakan sebuah konsekwensi di zaman teknologi informasi yang sedang kita
hadapi, dimana kita harus dapat mengejar setiap perkembangannya.
4. Masyarakat (kalangan pebisnis) dapat menjadi mitra pendidikan agar
percepatan dalam dunia bisnis juga dapat diseimbangkan dalam dunia pendidikan.
Dukungan masyarakat untuk menopang ketertinggalan pendidikan di Indonesia
sangat dibutuhkan.
5. Sekolah sebagai tempat penyelenggara
pendidikan dapat mengoptimalkan pemakaian e-learning. Disain dan informasinya
selalu di up date agar tidak ketinggalan.
6. Keluarga. Orang tua sebaiknya dapat
menciptakan budaya belajar di rumah untuk semua anggota keluarga. Dalam
keluarga ada waktu dan ruangan tempat anak untuk mengakses sumber belajar.
7. Pembelajaran e-learning akanlebih efektif dirancang untuk jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, seperti untuk pebelajar usia SMA dan
perguruan tinggi (diatas usia 17 tahun), karena pembelajaran e-learning
menuntut pesertanya dapat belajar secara mandiri dan dapat memahami ide atau
konsep secara abstrak.
C. Interaksi
dalam Pembelajarn E-learning.
Interaksi merupakan bagian yang
terpenting dalam pembelajaran. Pada proses pembelajaran berlangsung, terjadi
interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar yang lebih rumit dan kompleks,
karena proses interaksi harus dikaitkan dengan tujuan, materi, metoda, strategi
dan evaluasi pembelajaran. Implentasi pemanfaatan e-learning dapat dibedakan
menjadi dua yakni :
a. E-learning digunakan sepenuhnya
untuk pembelajaran. E-learning dimanfaatkan untuk mengantikan pembelajaran
konvensianal (tatap muka). Pebelajar belajar dengan cara mandiri. Pebelajar
dapat menentukan tujuan, metoda dan memilih materi yang ia inginkan. Interaksi
pembelajaran terjadi antara pebelajar dengan sumber belajar yang dipilihnya.
E-learning dibuat sesuai dengan kebutuhan dan karakter pebelajar. Guru atau
instruktur berperan sebagai konsultan, fasilitator atau motivator.
b. E-learning dikembangkan dan didesain
agar tidak sepenuhnya mengantikan pembelajaran konvensional di kelas.
Pembelajaran E-learning dijadikan sebagai pelengkap pembelajaran konvensional,
sejauh kita masih menginginkan terjadinya interaksi face-to-face. E-learning
dijadikan sebagai suplemen dari pembelajaran konvensional ( tatap muka ),
seperti untuk pengembangan materi pengayaan, pemberian tugas-tugas atau
pengembangan wawasan siswa. E-learning merupakan salah satu upaya agar tujuan pembelajaran lebih efektif dan
efesien. Dalam hal ini, guru sebagai pengendali kegiatan pembelajaran, harus
dapat mendisain dan mengorganisasikan e-learning untuk keperluan pembelajaran.
Interaksi dalam pembelajaran terjadi antara pebelajar dengan guru, e-learning
adalah sebagai alat atau media pembelajaran.
D.
Pendidikan Perlu Mempertimbangan
E-learning
Walaupun banyak kendala yang
ditemukan di lapangan, e- learning perlu dipertimbangkan keberadaan dan
kesinambunganya. Hal ini harus mendapat perhatian yang serius dari ilmuan
teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan mempunyai potensi yang cukup besar
dalam memajukan pendidikan masa depan. Potensi itu adalah :
a.
Meningkatkan
produktivitas pendidikan, dengan jalan :
·
Mempercepat
lajunya tahap belajar (rate of learning)
·
Membantu
guru mengunakan waktunya secara lebih baik.
· Mengurangi beban guru dalam
menyajikan informasi, sehingga guru lebih banyak pada pembinaan dan memotivasi
siswa.
b. Memberikan kemungkinan pendidikan
lebih bersifat individual, dengan cara :
·
Mengurangi
peran guru dalam pembelajaran.
·
Memberikan
kesempatan pada siswa untuk berkembanga sesuai dengan kemapuannya.
c.
Memberikan
dasar yang ilmiah terhadap pengajaran, dengan cara :
·
Perencanaan
program pengajaran lebih sistematis.
·
Pengembangan
pembelajaran dilandasi penelitian tentang perilaku anak.
d. Lebih memantapkan pembelajaran,
dengan cara :
·
Meningkatkan
kapabilitas manusia dengan berbagai media informasi.
·
Penyajian
informasi dan data lebih konkrit dan up date.
e.
Memungkin
pembelajaran secara seketika (imedicy of learning), karena dapat :
·
Mengurangi
jurang pemisah pembelajarn di sekolah dengan luar sekolah.
·
Memberikan
pengetahuan secara langsung.
f.
Memungkinkan
penyajian pendidikan lebih luas, menembus ruang dan waktu :
·
Pemanfaatan
secara bersama secara lebih luas.
·
Penyajian
informasi dapat menembus batas geografi ( Miarso,1982:hal 20)
Potensi
diatas, memungkinkan terlaksananya pembelajaran e-learning, karena pembelajaran
e-learning memiliki keunggulan, antara lain :
1. Bagi siswa. Pembelajaran
e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibelitas belajar siswa yang
optimal. Siswa dapat mengakses berbagai bentuk materi pelajaran setiap saat dan
berulang-ulang. Siswa belajar sesuai dengan gaya dan kemapuan belajarnya.
Percepatan belajar siswa dapat dikuti sesuai dengan kemapuannya, tidak harus
menunggu temannya sekelas.
2. Bagi guru. Bahan atau materi dapat di up date setiap saat, sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Guru tidak lagi sepenuhnya menjadi nara
sumber dalam belajar, sehingga tugas guru lebih diringankan. Guru lebih banyak
konsentrasi pada perkembangan kemajuan belajar siswa.
3. Bagi
sekolah.
Efektivitas dan efeseinsi pembelajaran secara keseluruhan akan meningkat.
Pembelajaran berlangsung sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.
Mendorong terbentuknya kerjasama antar guru dan antar guru dan siswa. (Wena,2011,
hal 214)
Dengan demikian, dapat kita
simpulkan bahwa teknologi pendidikan sangat besar perannya dalam menciptakan
pembelajaran e-learning.Teknologi pendidikan harus dapat mencarikan
solusi-solusi dalam pelaksanaan pembelajaran e-learning. Sesuai dengan definisi
teknologi pendidikan yang mutakhir yakni tahun 2004, teknologi pendidikan adalah studi dan praktek yang etis dalam
memberi kemudahan belajar dan perbaikan kinerja melalui kreasi, penggunaan dan pengelolaan proses dan sumber teknologi yang
tepat. Dalam konsep teknologi pembelajaran
juga ditegaskan bahwa siswa atau pebelajar adalah subyek yang aktif dalam
belajar. Dengan demikian teknologi pendidikan harus dapat mempengaruhi siswa
untuk belajar (Uno, 2011, hal : 70)
E. Kelemahan Pemanfaatan E-Learning dan Upaya Teknolog Pendidikan dalam
Mengatasinya.
Menurut Wildafsky (2001),
kelemahan utama pembelajaran e-learning adalah frekuensi kontak secara langsung
antar sesama siswa untuk bersosialisasi dengan nara sumber sangat minim, serta sosialisasi
antar siswa juga sangat terbatas.(Wena, 2011, hal 214). Kelemahan diatas tidak
dapat kita jadikan alasan agar pembelajaran e-learning dihentikan.Teknolog
pendidikan harus dapat mencarikan solusinya, sesuai dengan perannya yakni
mengatasi masalah dalam belajar. Sebenarnya dalam teknologi informasi ada
beberapa aplikasi yang dapat dimanfaat untuk mengatasi kelemahan di atas ,
yakni :
a. Chat, merupakan media komunikasi
langsung antar siswa dalam bentuk teks. Salah satu program yang dipakai untuk
chat adalah IRC (internet Relay Chat), mailink list, dan whatsApp.
b. Aplication sharing, yakni
menggunakan aplikasi khusus, sehingga memungkin sekelompok siswa bisa
berkolaborasi secara langsung pada suatu dokumen kerja dengan melakukan editing
secara jarak jauh, melalui fasiliatas homepage atau web.
c. Audio/video conference, menggunakan
aplikasi perangkat lunak, sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi antar
siswa. Skypy merupakan salah satu contoh yang sudah banyak dipakai orang.
Selain
itu, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran e-learning adalah kerja
kelompok, dan diskusi, sehingga siswa terkondisikan untuk saling
berinteraksi.Tugas-tugas berorientasi pada terbagunnya interaksi sesama siswa
maupun interaksi siswa dengan lingkungannya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari hasil diskusi diatas dapat
disimpulkaa bahwa pembelajaran e-learning tidak dapat kita hindari.Tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi sangat mendorong
pembelajaran e-learning tetap eksis di dunia pendidikan. Segala kendala yang
ditemui dilapangan akan menjadi bahan kajian bagi para ilmuan teknologi
pendidkan. Semoga kehadiran pembelajaran e-learning lebih dapat dirasakan
masyarakat dan pemerintah senantiasa mempunyai komitmen dalam memajukan
pendidikan di negara yang kita cintai ini.
Daryanto, (2013) Inovasi Pembelajaran Efektif, Bandung, Yrama Widya.
Danim Sudarwan
(2003) Menjadi Komunitas Pembelajar,
Jakarta, Bumi Aksara.
Dryden, Gordon (2000) Revolusi Cara Belajar, Bandung, Mizan.
Efendi, Empy (2005) E-Learning Konsep dan Aplikasinya,Yogjakarta,
Andi.
Miarso, Yusuf Hadi, (1982), Makalah Dasar Falsafah dan Teori Teknologi Komunikasi
Pendidikan, Jakarta, Pustekom Depdikbud.
Rusman, (2012) Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer, Bandung, Alfabeta.
Schrum, Lynne (2012) Teknologi Pendidikan bagi Para Pemimpin
Sekolah, Jakarta, Indeks
Uno, Hamzah B, (2011) Teknologi Komunikasi & Informasi
Pembelajaran, Jakarta, Bumi Aksara.
Wena,
Made, (2011) Strategi Pembelajaran
Inovatif Kontemporer, Jakarta, Bumi Aksar